Hamka, Keteladanan Ulama untuk Umat

.



Setiap orang yang pernah mengenal Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang sering dipanggil Buya Hamka, akan memberikan penilaian lengkap. Buya Hamka bukan sekadar penceramah agama yang bisa memukau pendengarnya. Ia seorang ulama yang disegani, seorang guru yang digugu dan ditiru, politisi yang punya kepedulian kepada masyarakat, sastrawan yang meninggalkan karya yang masih dibaca hingga kini, dan wartawan yang pernah memimpin media yang berpengaruh.

Buya Hamka pernah masuk penjara dengan tuduhan palsu. Namun, kehinaan pribadi dan penderitaan fisik ini justru menjadi kesempatan untuk menyelesaikan warisan yang luar biasa, Tafsir Al Azhar yang lengkap 30 jus dan sudah dicetak ulang puluhan kali.

Sebuah warisan yang amat penting di tengah keberlanjutan dialog modernitas, relevansi Islam dalam kehidupan kekinian. Dialog seperti ini akan tetap terus terjadi selama manusia hidup untuk mengukir sejarah. Pandangan yang muncul pun sangat beragam. Memang banyak yang berpendapat skeptis, namun tidak sedikit yang berpandangan optimis dan positif.
Tokoh Muslim modern Nurcholish Madjid sering mengutip sarjana non-Muslim Ernest Gelner ketika menjelaskan tentang modernitas Islam. Paling tidak Ensiklopedi Nurcholish Madjid menyebutkan, Gelner dalam bukunya, Muslim Society, dengan sangat positif mengatakan, kehidupan modernitas sesungguhnya sangat dekat dengan Islam.

Argumentasinya dibuat berdasarkan kenyataan ajaran Islam tentang universalisme, skriptualisme yang meluaskan partisipasi dalam masyarakat kepada semua anggotanya.
Namun, kalau boleh menggunakan istilah Pramudya Ananta Toer, budayawan Taufik Abdullah menganggap Hamka bukanlah ”Sang Pemula” dalam gerakan Islam. Sang Pemula adalah ayah Hamka, Syekh Dr A Karim Amrullah.

Karim Amrullah adalah pelopor gerakan pembaruan Islam. Gerakan pembaruan ini dipopulerkan orientalis Inggris Gibb sebagai gerakan ”modernisme Islam”. Namun, apa yang ditinggalkan Buya Hamka tidak bisa dipandang kecil dalam pentas sejarah pembaruan Islam di Indonesia.

Generasi awal pembaruan Islam dimulai dengan keinginan untuk membersihkan agama dari segala bidah syariah, segala khurafat, dan ingin mengembalikan ajaran Islam yang murni melalui ijtihad dan meninggalkan taklid. Dengan gerakan inilah, landasan pembaruan Islam dibangun.
Generasi kedua tidak lagi melakukan perdebatan khilafiah, tetapi situasi ke masyarakat dan politik telah masuk menjadi perhatian utama. Generasi ini memahami makna dan akibat kolonialisme terhadap harkat diri dan mempertanyakan keyakinan religiusnya. Begitulah politisasi Islam telah dimulai, dan sejalan dengan itu, pencarian landasan ideologi yang sejalan dengan harga diri sebagai umat pilihan Allah dijalankan pula.

Dalam konteks kekinian, ajaran Buya Hamka dilanjutkan dengan program konkret untuk pembelaan umat. Seperti yang diungkapkan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional Didin Hafidhuddin dalam Tablig Akbar Peringatan 100 Tahun Buya Hamka di halaman Masjid Al Azhar, Jakarta.

Selain Didin, masih ada tiga tokoh gerakan Islam lain yang tampil dalam tablig akbar itu. Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Syuhada Bahri, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kholil Ridwan, dan Ketua Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab.

Pesan dari Didin tentang Buya Hamka mengingatkan umat Islam akan pentingnya keterlibatan intelektual dan ulama untuk mengatasi kemiskinan. Kemiskinan merupakan musuh yang sangat penting untuk dilawan karena kemiskinan sangat dekat dengan kekufuran.
Itu sebabnya umat saat ini perlu didorong untuk membangun kepedulian terhadap sesama umat Islam dengan mendorong pembayaran zakat, infak, dan sedekah. Dengan dana yang dikumpulkan, semua kebutuhan umat untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan bisa dilakukan.

Didin mengungkapkan ingatannya pada kepedulian Buya Hamka yang besar pada pendidikan dan zakat. Namun, ketika Buya ditanya mana yang harus dibayar lebih dulu, zakat atau membangun gedung sekolah, dengan sigap Buya Hamka mengatakan bahwa zakat dibayar dulu untuk membangun sekolah yang dibutuhkan untuk mendidik generasi muda.
Habib Rizieq mengatakan, karya fenomenal Hamka yang menjadi pegangan penting bagi generasi saat ini adalah Tafsir Al Azhar. Tafsir ini merupakan warisan yang mengingatkan agar dakwah dilihat sebagai lahan perjuangan dan bukan menjadi lahan bisnis.

Ilmu

Suatu saat, Hamka mengingatkan umat Islam agar gigih mengejar ilmu. Ia meriwayatkan, suatu ketika Sayyidina Ali didatangi beberapa orang dan menanyakan manakah yang lebih mulia, ilmu atau harta. Ali RA menjawab lebih mulia ilmu. ”Ilmu menjagamu, sedangkan harta kamulah yang harus menjaganya. Ilmu bila kamu berikan bertambah, sedangkan harta berkurang,” katanya.

”Ilmu warisan para Nabi, harta warisan Firaun dan Qarun. Ilmu menjadikan kamu bersatu, harta bisa membuat kamu berpecah belah dan seterusnya,” pesan Ali.

Dalam sejarah hidupnya Sayyidina Ali—juga Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas, dan para sahabat yang lain—lebih menyibukkan diri mencari ilmu, berdakwah, dan berjihad daripada mengumpulkan berkarung-karung uang/emas.

Sayyidina Utsman dan Abdurrahman bin Auf yang terkenal dengan kekayaannya pun selalu ingin mendengar ilmu dari Rasulullah SAW meskipun ia seorang miliarder yang sukses dalam berbisnis.

Generasi yang berilmu atau tradisi masyarakat berilmu ini telah diproklamirkan Rasulullah SAW semenjak ayat Al Quran yang pertama turun.

Ayat Iqra’, bacalah, telah mengubah sahabat-sahabat Rasulullah dari orang-orang jahiliah menjadi orang-orang yang senang dengan ilmu pengetahuan dan berakhlak mulia. Mengubah generasi-generasi Arab jahiliah yang tidak diperhitungkan dalam pergolakan dunia, menjadi pemimpin-pemimpin dunia yang disegani di seluruh kawasan dunia saat itu.

Tradisi baca dan tulis-menulis begitu hidup saat itu. Tradisi inilah yang ingin diteladankan dengan kegigihan Buya Hamka dalam menciptakan karyanya.

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam (SAW) menugaskan Abdullah bin Said bin al Ash untuk mengajarkan tulis-menulis di Madinah. Juga memberi mandat Ubadah bin as Shamit mengajarkan tulis-menulis ketika itu. Kata Ubadah, bahwa ia pernah diberi hadiah panah dari salah seorang muridnya setelah mengajarkan tulis-menulis kepada Ahli Shuffah atau asrama tempat belajar.

”Hafalkanlah, tetapi terutama sekali tulislah. Bila telah sampai di rumah, tuliskanlah. Dan jika kau memerlukan atau kau tak ingat lagi, bukumu akan membantumu,” demikian antara lain pesan Buya Hamka yang mengajak agar umat Islam Indonesia tidak segan mengejar ilmu pengetahuan.

Semangat dalam memburu ilmu pengetahuan makin tinggi, seiring dengan pemahaman terhadap Al Quran. Pasalnya, banyak ayat di dalamnya yang mendorong agar Muslim senantiasa menggunakan akalnya.

Rasulullah mempunyai sekitar 65 sekretaris yang bertugas menulis berbagai hal khusus. Khusus menulis Al Quran: Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Utsman bin Affan, dan Ubay bin Kaab. Khusus mencatat harta- harta sedekah: Zubair bin Awwam dan Jahm bin al Shalit. Masalah utang dan perjanjian lain-lain: Abdullah bin al Arqam dan al Ala’ bin Uqbah. Bertugas mempelajari dan menerjemahkan bahasa asing (Suryani): Zaid bin Tsabit. Sekretaris cadangan dan selalu membawa stempel Nabi: Handhalah.

Generasi selanjutnya, seperti Jabir ibn Abdullah ra menempuh perjalanan sebulan penuh dari kota Madinah ke kota ’Arisy di Mesir hanya demi mencari satu hadis. Ibnu al-Jauzi menulis lebih dari seribu judul. Imam Ahmad pernah menempuh perjalanan ribuan kilometer untuk mencari satu hadis, bertani untuk mencari rezeki dan masih membawa-bawa tempat tinta pada usia 70 tahun.

Imam al-Bukhari menulis kitab Shahih-nya selama 16 tahun dan selalu shalat dua rakaat setiap kali menulis satu hadis, serta berdoa meminta petunjuk Allah. Karena itu karyanya menjadi contoh teladan, tujuan para ulama dan pemuncak cita-cita. Imam Nawawi, penulis Kitab Riyadhush Shalihin, al-Majmu’, dan Syarah Shahih Muslim, disebutkan bahwa beliau setiap hari belajar delapan cabang ilmu dari subuh sampai larut malam.

Inilah sebagian keteladanan yang selalu diingatkan Buya Hamka untuk masyarakat Muslim dan tanah air Indonesia yang sangat dicintainya.

Bacalah pesan alam dan lingkungan. Lakukanlah hal terbaik bagi agama dan bangsamu.

sumber : kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar